Minggu, 10 November 2013

EKONOMI KOPERASI

INOVASI PRODUK DAN STRATEGI BISNIS USAHA KOPERASI

Inovasi Koperasi

Koperasi sering disebut soko guru perekonomian nasional. Demikian amanat UUD 1945 pasal 33. Pertanyaannya adalah benarkah itu ? Dalam kenyataan banyak koperasi yang sekedar papan nama. Kalau pun ada usahanya tidak berkembang pesat. Condong stagnan.  Bila berkembang pesat dengan asset besar, biasanya bukan koperasi sejati. Namun koperasi siluman. Lho kok bisa ?  Lihat saja dibelakang biasanya kaum kapitalis, yang berbaju koperasi. Dikuasai segelintir orang yang masih ada kaitan kerabat. Bukan dari anggota untuk anggota. Sehingga Sisa Hasil Usaha (SHU) mengalir ke kantong pemodal. Anggota koperasi sekedar sebagai pelengkap penderita.

Mengapa bisa terjadi ?  Salah satu faktor penyebab adalah karena kurang sadarnya masyarakat berkoperasi. Serta pengelola koperasi yang tidak memiliki kompetensi dan kreatifitas dalam mengembangkan usaha. Lihat saja koperasi di perkantoran atau instansi pada umumnya hanya sebatas simpan pinjam dari anggota untuk anggota. Tidak aneh bila usaha semacam ini mengalami titik jenuh, bila semua anggota telah memanfaatkan. Aset dan SHU mentok.

Bila koperasi ingin tetap maju dan berkembang, serta benar-benar mensejahterakan anggota. Pengelolaan harus professional. Pengurusnya dituntut kreatif dan inovatif,  mampu membuat terobosan-terobosan dibidang pengembangan usaha. Di bawah contoh dari  koperasi Universitas Slamet Riyadi (Unisri) yang mampu berkembang dengan baik. Salah satu indikator keberhasilan pada tahun 2012 ditetapkan Dinas Koperasi dan UMKM kota Solo sebagai Koperasi Terbaik.

Strategi Pengembangan Koperasi

          Tidaklah terlalu mengherankan bila meskipun berbagai permasalahan yang sejak beberapa tahun lalu telah dirasakan menjadi gangguan bagi ekonomi rakyat, namun sampai saat inipun masalah tersebut belum teratasi. Hal tersebut dikarenakan antara lain masih terbatasnya kemampuan koperasi untuk mengakses pada sumber modal, teknologi, pasar, informasi bisnis, rendahnya kuwalitas, kelembagaan, manajemen dan organisasi KUMKM. Sementara itu tantangan lain yang tidak kalah pentingnya yang juga menghadang ekonomi rakyat adalah kemampuan dan kesanggupannya untuk berpotensi secara lebih produktif dan lebih efisien sebagai wujud pelaku ekonomi yang berkeunggulan kompetitif dalam menghadapi era globalisasi. Ancaman besar yang juga tengah dihadapi oleh ekonomi rakyat adalah persaingan yang semakin tajam, tidak saja atas produk barang dan jasa dari para pelaku ekonomi di dalam negeri sendiri, tetapi juga masuknya produk-produk luar negeri yang sebenarnya sudah dapat diproduksi oleh ekonomi rakyat di tanah air yang tergelar bebas di pasar domestik, serta derasnya jaringan institusi bisnis internasional menerobos masuk ke tengah tengah masyarakat, termasuk keberadaan pasarpasar modern yang merupakan hyper market. Sementara itu hambatan besar yang dihadapi ekonomi rakyat untuk tetap dapat bertahan, maju dan berkembang adalah tingkat kepedulian, keberpihakan, komitmen dari para pemimpin bangsa, para pengemban kekuasaan, para pihak terkait, para pemangku kepentingan yang tercermin tidak konsisten dan istiqomah. Melihat kondisi perkoperasian di tanah air dewasa ini, sebagaimana diungkap dan disebutkan dengan jelas dalam dokumen RPJM Nasional tahun 2004-2009, bahwa “ …Banyak koperasi yang terbentuk tanpa didasari adanya kebutuhan/kepentingan ekonomi bersama dan prinsip kesukarelaan dari para anggota sehingga kehilangan jati dirinya sebagai koperasi yang otonom dan swadaya dan mandiri Koperasi masih dijadikan oleh segelintir orang/kelompok, baik di luar maupun di dalam gerakan koperasi itu sendiri, untuk mewujudkan kepentingan pribadi atau golongannya, yang tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan kepentingan anggota koperasi yang bersangkutan dan nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip koperasi”, maka langkah pemurnian hendaknya dapat dilakukan dengan segera oleh semua pihak yang terkait dan para pemangku kepentingan, terutama kalangan gerakan koperasi sendiri secara serentak dan simultan. Bahkan bila perlu langkah tersebut dinyatakan sebagai gerakan nasional.

Nampaknya semua jurus reformasi tersebut di atas, baik yang berupa langkah restorasi, rekonstruksi, konsolidasi, revitalisasi maupun regenuinisasi atau langkah pemurnian, harus dilakukan secara menyeluruh kepada semua koperasi dengan tetap memperhatikan dan melakukan penyesuaian dengan kondisi yang berkembang pada masa kini dan mendatang. Dalam kaitan ini, maka urgensi melahirkan, menumbuh kembangkan dan memerankan kembali kader-kader koperasi, menjadi sangat relevan dan urgen untuk digarap kembali secara lebih sistemik dan komperehensif. Pengefektifan mata pelajaran atau mata kuliah koperasi di lembaga-lembaga pendidikan, keberadaan lembaga-lembaga semacam Sekolah Koperasi Menengah Atas (Skopma), Akademi Koperasi (Akop), Institut Manajemen Koperasi (Ikopin), serta intensitas dan ekstensitas diklat dan penyuluhan koperasi, kiranya akan dapat memberi kontribusi yang cukup signifikan bagi upaya tersebut. Menurut Mutis (1999) untuk memberdayakan wirausaha dengan skala usaha kecil, menengah, dan koperasi ataupun kalangan usaha di sektor informal adalah salah satu bentuk menerjemahkan visi kerakyatan dalam fraxis bisnis kekinian. Sejalan dengan pemikiran Mutis di atas dapat dikemukakan bahwa sebelum mendirikan atau mengembangkan agroindustri di suatu daerah, pemilihan jenis agroindustri merupakan keputusan yang paling menentukan keberhasilan dan berkelanjutan agroindustri yang akan dibangun atau dikembangkan. Menurut UU Nomor 25 tahun 1992 Tentang Perkoperasian, Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar pada atas asas kekeluargaan. Perlu dikemukakan bahwa lembaga koperasi dalam konteks ini bukan semata mata amanat Pasal 33 UUD 1945 normatif, melainkan yang Iebih hakiki adalah bahwa koperasi dalam berbagai hal mempunyai keunggulan dibandingkan lembaga ekonomi lainnya, terutama pada agrobisnis agroindustri dan pembangunan ekonomi pedesaan (position). Demikian juga lembaga koperasi bukan satu satunya pilihan dalam mengembangkan agroindustri di Indonesia, melainkan suatu kelebihan yang cukup penting dan sangat besar artinya dalam mengembangkan kelembagaan koperasi, karena petani yang juga anggota koperasi selain sebagai anggota juga sebagai pemilik (owners) dan sekaligus sebagai pemakai (users). Dari berbagai uraian di atas dapat dikemukakan bahwa dampak antara dari kedua kondisi tersebut adalah iklim usaha koperasi yang tidak mudah untuk dapat dieliminir oleh kalangan UMKM sendiri. Akibatnya usaha koperasi tidak pernah mencapai titik marginal produktivity. Dengan perkataan produktifitas koperasi selalu berada dibawah nilai harapan produktifitas yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Tidak kondusifnya iklim usaha koperasi yang mempengaruhi produktifitas koperasi dapat dilihat dari berbagai aspek kegiatan usaha UMKM sebagai berikut :

1) Rendahnya kualitas SDM
Disamping kajian dari aspek pendapatan juga perlu diperhatikan kondisi SDM usaha mikro dan usaha kecil dari aspek pengalaman, pengetahuan dan pendidikan mereka. Hasil pengamatan Suhartoyo di Kabupaten Tasikmalaya (IPB 2004), seperti memperlihatkan bahwa rata-rata pengalaman pengelola koperasi dibidang usaha yang ditekuninya relatif cukup baik, tetapi dari aspek pendidikan dan pengetahuan tentang inovasi dibidang produksi dan pengembangan teknologi serta, dibidang manajemen usaha dan pemasaran relatif rendah.

2) Kesulitan untuk mengembangkan permodalan
Rata-rata pemilikan modal koperasi dari tahun ke tahun pada indeks harga tetap relatif rendah yaitu 114.231.647. Demikian juga pertumbuhan modal mereka tidak banyak berubah, kalaupun ada kecenderungan sedikit meningkat hal tersebut lebih disebabkan oleh adanya inflasi. Kondisi yang demikian nampaknya sangat wajar karena pendapatan yang diperoleh koperasi belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka. Kecil sekali peluang bagi kelompok ini untuk menabung yang dapat digunakan untuk menambah modal atau meningkatkan investasinya.

3) Rendahnya kualitas teknologi
Hasil kajian Kementerian Negara Koperasi dan UKM tahun 2005 terhadap 27 koperasi contoh di 4 propinsi contoh menginformasikan bahwa nilai bobot rata-rata teknologi produksi yang digunakan oleh koperasi baru mencapai nilai 1,67 atau tergolong dalam kelompok pengguna teknologi tradisional. Lebih lanjut dikatakan pengembangan teknologi produksi dari produk-produk yang dihasilkan koperasi belum dapat meningkatkan produkfitas dan memperbaiki kualitas produk.

4) Kelemahan akses terhadap Pasar
Kesulitan koperasi dalam membangun akses pasar lebih disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang belum dapat dieliminasi terutama yang berkaitan dengan informasi. Tetapi kendala tersebut bukanlah harga mati, karena banyak variabel-variabel pemasaran produk koperasi yang dapat diandalkan seperti rendahnya harga jual produk koperasi yang menjadi daya tarik bagi sebagian kalangan di pasar internasional. Rendahnya eksistensi koperasi dalam penguasaan pasar memang lebih terlihat sebagai dampak dari kondisi pasar yang tidak kondusif. Namun sesungguhnya kondisi pasar yang demikian merupakan indikator dari adanya masalah pokok yang tidak terlihat secara nyata, yaitu sistem pemasaran yang dikuasai oleh komponen sistem yang lebih kuat, sehingga koperasi selalu hanya berperan sebagai Price Taker (penerima harga).

Dengan mengembangkan kemampuan menangkap informasi, maka diharapkan dominansi komponen lainnya (para pedagang besar dan eksportir) yang memiliki bargaining lebih kuat, yang selama ini berperan sebagai price maker (pembuat harga) akan dapat dipatahkan. Besarnya minat pasar internasional terhadap produk-produk koperasi di Indonesia menurut Wachidin (2001), terlihat di beberapa negara terutama di daerah Afrika dan di negara-negara Arab. Sebagian konsumen yang mengkosumsi produk-produk koperasi dari Indonesia ternyata tidak mengetahui bahwa barang yang mereka beli adalah produk dari koperasi di Indonesia. Untuk mengatasi masalah tersebut, satu-satunya jalan yang dapat ditempuh adalah mengenalkan produk-produk koperasi tersebut dengan lebih mengembangkan jaringan pasar dan atau mengintensifkan kegiatan promosi. Kedua kegiatan tersebut belum sepenuhnya dapat dilakukan oleh koperasi karena keterbatasan yang ada dikalangan mereka antara lain, a) sebagian besar usaha mikro dan usaha kecil belum memiliki izin usaha, b) rendahnya pengetahuan tentang informasi pasar dan terbatasnya dana untuk melakukan kegiatan-kegiatan diluar kegiatan produksi. Hal ini tentu saja menjadi dasar pemikiran tentang perlunya peranan pemerintah untuk terlibat langsung dalam mengembangkan sistem pemasaran bagi koperasi. Tetapi pemikiran tersebut juga terbentur pada berbagai masalah struktural yang bermuara pada komitmen banyak pihak tentang perlunya memberdayakan koperasi dalam rangka membangun perekonomian nasional yang bercorak kerakyatan.

 Organisasi koperasi dibentuk atas dasar kepentingan dan kesepakatan anggota pendirinya dan mempunyai tujuan utama untuk lebih mensejahterakan anggotanya. Sistem kontribusi insentif sangat relevan dalam suatu organisasi koperasi. Sistem tersebut dapat menjamin eksistensi koperasi dan sekaligus merangsang anggota untuk lebih berpartisipasi secara aktif. Dalam pembicaraan mengenai organisasi di masyarakat, khususnya di daerah perdesaan, kiranya lebih dulu perlu dipahami bahwa basis terendah dalam kehidupan pedesaan adalah “desa”, atau kampung, dusun dusun kecil yang penduduknya hidup berkelompok dengan keterikatan/ketergantungan antar individu yang sangat erat. Komunitas penduduk berlangsung dalam rangka membangun kehidupan yang pada awalnya bersifat subsistem. Meskipun demikian (pola hidup subsistem), berkaitan pemasaran sudah ada dengan daerah urban yang lebih modern. Dalam hal ini, yang dikenal sebagai pedesaan adalah kumpulan rumah tangga petani yang secara tradisional mengambil keputusan keputusan produksi, konsumsi, dan investasi. Di sektor perkotaan kegiatan yang sama dilakukan oleh lembaga perusahaan dan rumah tangga secara terpisah dengan tujuan memaksimumkan penghasilan perusahaan.


SUMBER :

EKONOMI KOPERASI

MANAJEMEN PENGELOLAAN KOPERASI

Koperasi merupakan badan usaha yang telah diatur dalam ketentuan undang-undang koperasi. Koperasi dapat berjalan lancar dengan kerja sama dari semua komponen. Sebagaimana halnya badan usaha lain, koperasi tunduk pula pada prinsip-prinsip manajemen yand diakui secara umum.
        Pengelolaan koperasi sebagai badan usaha yang bergerak dibidang ekonomi tidak boleh mengabaikan keuntungan. Oleh karna itu, SHU juga merupakan satu alat untuk meningkatkan kesejahteraan anggota. Selain kemampuna pelayanan,ketrampilan administrasi dan penerapan prinsip-prinsip manajemen. Pengelolaan koperasi sangatlah rumit, pengelolaan koperasi harus diikuti dengan perencanaan dan pengamanan koperasi dari struktur organisasi koperasi  yang dapat ditinjau dari segi intern organisasi koperasi dan segi ekstern organisasi koperasi.
·         Struktur Intern Organisasi Koperasi
Struktur intern organisai koperasi melibatkan unsur-unsur didalam organisais itu sendiri. Struktur organisasi intern mengatur pembagian tugas dan wewenang orang-orang yang bekerja didalam koperasi dan mendeskripsikan jenis hubungan dan tanggung jawab setiap jabatan.
Unsur-unsur dalam organisasi intern koperasi antara lain sebagai berikut :
1.    Alat kelengkapan koperaasi meliputi rapat anggota, pengurus, dan badaN                                           pemeriksa
2.    Penasehat
3.    Pelaksana, meliputi manajer dan karyawan koperasi
4.    Pengawas

·         Struktur Ekstern Organisasi Koperasi

Struktur ekstern organisasi koperasi, terjadi karena ada pemusatan bagi koperasi sejeni dan berguna untuk memudahkan pembagian tugas menurut wilayah masing- masing.

Pengelolaan Organisasi Koperasi
Pengelolaan organisasi koperasi, agar koperasi bisa berjalan dengan baik, koperasi perlu dijalankan secara professional dan melibatkan unsur-unsur antara lain rapat anggota, pengurus, anggota, dan badan pengawas. Ketiga unsur itu berkerja sama untuk mencapai tujuan koperasi. Agar lebih jelas, tiap-tiap unsure akan dibasah secara singkat, dan diharapkan dapat menjadi pedoman bagi siswa dalam berkoperasi.
1.    Rapat Anggota
Rapat Anggota dalam koperasi merupakan ukuran keberhasilan koperasi dari waktu ke waktu. Selain itu arena rapat anggota dihadiri oleh seluruh anggota, rapat ini juga merupakan rapat pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Sejumlah keputusan penting diambil dalam rapat anggota ini antara lain:
a.    Anggaran Dasar
b.    Kebijakan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi
c.    Pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus, dan pengawas
d.    Rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, serta                                           pengesahan laporan keuangan
e.    Pertanggungjawaban pelaksanaan fungsi pengurus
f.    Pembagian sisa hasil usaha, dan
g.    Penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran koperasi.

2.    Pengurus Koperasi

Tugas dari pengurus koperasi adalah mengurus organisasi dan usaha koperasi sesuai dengan anggaran dasar atau anggaran rumah tangga koperasi, pengurus harus mengetahui seluk-beluk usaha serta memahami organisasi koperasi tersebut. Seorang pengurus harus juga membina hubungan baik dengan koperasi lain sehingga mendapatkan informasi serta pembinaan dalam kemudahan bisnis.

3.    Pengawas koperasi

Pengawas koperasi dibentuk dengan maksud dan tujuan sebagai berikut.
a.    Memberikan bimbingan kepada para pengurus dan pengelola koperasi serta                                       mencegah terjadinya penyelewengan.
b.    Menilai hasil kerja pengurus dengan rencana yang sudah ditetapkan.

4.    Pengelola Koperasi / Manajer Koperasi
Pada kopeasi kecil ketua bertindak sebagai manajer, segala wewenang dan kuasa yang dilimpahkan kepada ketua di tentukan sesuai dengan kepentingan koperasi. Selain itu dalam rangka mewujudkan profesionalisme pengelolaan usaha koperasi, pengurus juga dapat mengangkat tenaga pengelola yang ahli untuk memngelola usaha koperasi yang bersangkutan.



SUMBER :