Rabu, 18 November 2015

PENGERTIAN DAN KASUS PERUSAHAAN YANG MENYIMPANG DARI GOOD CORPORATE GOVERNANCE ( GCG)

PENGERTIAN DAN KASUS PERUSAHAAN YANG MENYIMPANG DARI GOOD CORPORATE GOVERNANCE ( GCG)

Tata Kelola Perusahaan (bahasa Inggriscorporate governance) adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang sahammanajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.
Tata kelola perusahaan adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menuntut perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.
Perhatian terhadap praktik tata kelola perusahaan di perusahaan modern telah meningkat akhir-akhir ini, terutama sejak keruntuhan perusahaan-perusahaan besar AS seperti Enron Corporation dan Worldcom. Di Indonesia, perhatian pemerintah terhadap masalah ini diwujudkan dengan didirikannya Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada akhir tahun 2004.
Dalam good corporate governance mensyaratkan perlunya perhatian terhadap aspek internal dan aspek eksternal perusahaan. aspek internal dapat menyangkut pembiayaan, pemasaran, produksi dan operasional yang sehat. aspek eksternal berhubungan social responsibility bisnis maupun etika bisnis.
Perusahan harus mempunyai tanggungjawab kepada masyarakat, antara lain hasil produksi cukup berkualitas, tidak membahayakan kesehatan atau merusak lingkungan. dapat juga perusahaan menyumbang untuk kepentingan umum, misalnya memelihara jalan lokasi perusahaan dan sumbangan fasilitas sosial.

Prinsip-prinsip dalam Good Corporate Governance adalah sebagai berikut :
1.      Transparasi Yaitu mengelola perusahaan secara transparan dengan semua stake holder (orang-orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas perusahaan). Di sini para pengelola perusahaan harus berbuat secara transparan kepada penanam saham, jujur apa adanya dalam membuat laporan usaha, tidak manipulatif. Keterbukaan informasi dalam proses pengambilan keputusan dan pengungkapan informasi yang dianggap penting dan relevan.
2.      Accountability Yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban dalam perusahaan, sehingga pengelolaan perusahaan dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Manajemen harus membuat job description yang jelas kepada semua karyawan dan menegaskan fungsi-fungsi dasar setiap bagian. Dari sini perusahaan akan menjadi jelas hak dan kewajibannya, fungsi dan tanggung jawabnya serta kewenangannya dalam setiap kebijakan perusahaan.
3.      Responsibility Yaitu menyadari bahwa ada bagian-bagian perusahaan yang membawa dampak pada lingkungan dan masyarakat pada umumnya. Di sini perusahaan harus memperhatikan amdal, keamanan lingkungan, dan kesesuaian diri dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat setempat. Perusahaan harus apresiatif dan proaktif terhadap setiap gejolak sosial masyarakat dan setiap yang berkembang di masyarakat.
4.      Independensi Yaitu berjalan tegak dengan bergandengan bersama masyarakat. Perusahaan harus memiliki otonominya secara penuh sehingga pengambilan-pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan otoritas yang ada secara penuh. Perusahaan harus berjalan dengan menguntungkan supaya bisa memelihara keberlangsungan bisnisnya, namun demikian bukan keuntungan yang tanpa melihat orang lain yang juga harus untung. Semuanya harus untung dan tidak ada satu pun yang dirugikan.
5.      Fairness Yaitu semacam kesetaraan atau perlakuan yang adil di dalam memenuhi hak dan kewajibannya terhadap stake holder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perusahaan harus membuat sistem yang solid untuk membuat pekerjaan semuanya seperti yang diharapkan. Dengan pekerjaan yang fair tersebut diharapkan semua peraturan yang ada ditaati guna melindungi semua orang yang punya kepentingan terhadap keberlangsungan bisnis kita.

Contoh kasus perusahaan yang menyimpang dari GCG:
JAKARTA: Badan Pemeriksa Keuangan menemukan beberapa pelanggaran kepatuhan PT Jamsostek atas laporan keuangan 2011 dengan nilai di atas Rp7 triliun. Hal tersebut terungkap dalam makalah presentasi Bahrullah Akbar, anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan dalam diskusi Indonesia Menuju Era Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Bahrullah mengatakan ada empat temuan BPK atas laporan keuangan 2011 Jamsostek yang menyimpang dari aturan. Pertama, Jamsostek membentuk Dana Pengembangan Progran Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar Rp7,24 triliun yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah 22/2004.

Kedua, Jamsostek kehilangan potensi iuran karena terdapat penerapan tarif program yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pada laporan keuangan 2011, potensi penerimaan Jamsostek yang hilang mencapai Rp36,5 miliar karena tidak menerapkan tarif jaminan kecelakaan kerja sesuai ketentuan. Ketiga, BPK menemukan Jamsostek belum menyelesaikan aset eks investasi bermasalah, yakni jaminan medium term notes (MTN). Adapun aset yang belum diselesaikan adalah tanah eks jaminan MTN PT Sapta Prana Jaya senilai Rp72,25 miliar dan aset eks jaminan MTB PT Volgren Indonesia. Adapun temuan keempat dari BPK adalah masih terdapat beberapa kelemahan dalam pemantauan piutang hasil investasi. Pengendalian dan monitoring PT Jamsostek atas piutang jatuh tempo dan bunga deposito belum sepenuhnya memadai. Selain temuan tersebut, BPK juga menemukan sejumlah ketidakefektifan dalam kinerja Jamsostek. Pertama, Jamsostek belum efektif mengevaluasi kebutuhan pegawai dan beban kerja untuk mendukung penyelenggaran program JHT. Kedua, Jamsostek belum efektif dalam mengelola data peserta JHT.

Ketiga, Jamsostek masih perlu membenahi sistem informasi dan teknologi informasi yang mendukung kehandalan data.

Keempat, Jamsostek belum efektif melakukan perluasan dan pembinaan kepersertaan. Hal tersebut terlihat bahwa Jamsostek belum menjangkau seluruh potensi kepersertaan dan masih terdapatnya peserta perusahaan yang tidak patuh, termasuk BUMN.

Adapun Kelima, Jamsostek tidak efektif memberikan perlindungan dengan membayarkan JHT kepada 1,02 juta peserta tenaga kerja usia pensiun dengan total saldo Rp1,86 triliun.


Analisis: Dari contoh kasus diatas merupakan kasus penyimpangan laporan keuangan 2011 dan ketidakefektifan dalam kinerja Jamsostek. Oleh karena itu menurut saya kasus seperti ini harus lah segera diselesaikan tentunya dengan cara pembenahan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Peristiwa ini yang diakibatkan karena kurang baiknya sistem good corporate governance, harapan agar dapat segera teratasi dan tidak dapat terulang kembali. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) juga harus dapat menjaga kestabilan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) sehingga tercipta ativitas pasar modal yang jujur,trasparan, aman dan sesuai dengan undang-undang hukum yang berlaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar