PENGERTIAN DAN KASUS PERUSAHAAN
YANG MENYIMPANG DARI GOOD CORPORATE GOVERNANCE ( GCG)
Tata
Kelola Perusahaan (bahasa
Inggris: corporate governance) adalah rangkaian proses,
kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan,
pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau
korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder)
yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata
kelola perusahaan adalah pemegang
saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku
kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor
lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.
Tata
kelola perusahaan adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu
topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan
tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk
memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus
utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola
perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan
penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang
merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku
kepentingan, yang menuntut perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap
pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.
Perhatian
terhadap praktik tata kelola perusahaan di perusahaan modern telah meningkat
akhir-akhir ini, terutama sejak keruntuhan perusahaan-perusahaan besar AS
seperti Enron Corporation dan Worldcom. Di Indonesia,
perhatian pemerintah terhadap masalah ini diwujudkan dengan didirikannya Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada akhir tahun 2004.
Dalam good
corporate governance mensyaratkan perlunya perhatian terhadap aspek
internal dan aspek eksternal perusahaan. aspek internal dapat menyangkut
pembiayaan, pemasaran, produksi dan operasional yang sehat. aspek eksternal
berhubungan social responsibility bisnis maupun etika bisnis.
Perusahan
harus mempunyai tanggungjawab kepada masyarakat, antara lain hasil produksi
cukup berkualitas, tidak membahayakan kesehatan atau merusak lingkungan. dapat
juga perusahaan menyumbang untuk kepentingan umum, misalnya memelihara jalan
lokasi perusahaan dan sumbangan fasilitas sosial.
Prinsip-prinsip dalam Good
Corporate Governance adalah sebagai berikut :
1. Transparasi
Yaitu mengelola perusahaan secara transparan dengan semua stake holder
(orang-orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas
perusahaan). Di sini para pengelola perusahaan harus berbuat secara transparan
kepada penanam saham, jujur apa adanya dalam membuat laporan usaha, tidak
manipulatif. Keterbukaan informasi dalam proses pengambilan keputusan dan
pengungkapan informasi yang dianggap penting dan relevan.
2. Accountability
Yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban dalam
perusahaan, sehingga pengelolaan perusahaan dapat terlaksana secara efektif dan
efisien. Manajemen harus membuat job description yang jelas kepada semua karyawan
dan menegaskan fungsi-fungsi dasar setiap bagian. Dari sini perusahaan akan
menjadi jelas hak dan kewajibannya, fungsi dan tanggung jawabnya serta
kewenangannya dalam setiap kebijakan perusahaan.
3. Responsibility
Yaitu menyadari bahwa ada bagian-bagian perusahaan yang membawa dampak pada
lingkungan dan masyarakat pada umumnya. Di sini perusahaan harus memperhatikan
amdal, keamanan lingkungan, dan kesesuaian diri dengan norma-norma yang berlaku
di masyarakat setempat. Perusahaan harus apresiatif dan proaktif terhadap
setiap gejolak sosial masyarakat dan setiap yang berkembang di masyarakat.
4. Independensi
Yaitu berjalan tegak dengan bergandengan bersama masyarakat. Perusahaan harus
memiliki otonominya secara penuh sehingga pengambilan-pengambilan keputusan
dilakukan dengan pertimbangan otoritas yang ada secara penuh. Perusahaan harus
berjalan dengan menguntungkan supaya bisa memelihara keberlangsungan bisnisnya,
namun demikian bukan keuntungan yang tanpa melihat orang lain yang juga harus
untung. Semuanya harus untung dan tidak ada satu pun yang dirugikan.
5. Fairness
Yaitu semacam kesetaraan atau perlakuan yang adil di dalam memenuhi hak dan
kewajibannya terhadap stake holder yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perusahaan harus membuat sistem yang
solid untuk membuat pekerjaan semuanya seperti yang diharapkan. Dengan
pekerjaan yang fair tersebut diharapkan semua peraturan yang ada ditaati guna
melindungi semua orang yang punya kepentingan terhadap keberlangsungan bisnis
kita.
Contoh kasus perusahaan yang
menyimpang dari GCG:
JAKARTA:
Badan Pemeriksa Keuangan menemukan beberapa pelanggaran kepatuhan PT Jamsostek
atas laporan keuangan 2011 dengan nilai di atas Rp7 triliun. Hal tersebut
terungkap dalam makalah presentasi Bahrullah Akbar, anggota VII Badan Pemeriksa
Keuangan dalam diskusi Indonesia Menuju Era Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Bahrullah mengatakan ada empat temuan BPK atas laporan keuangan 2011 Jamsostek
yang menyimpang dari aturan. Pertama, Jamsostek membentuk Dana Pengembangan
Progran Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar Rp7,24 triliun yang tidak sesuai dengan
Peraturan Pemerintah 22/2004.
Kedua,
Jamsostek kehilangan potensi iuran karena terdapat penerapan tarif program yang
tidak sesuai dengan ketentuan. Pada laporan keuangan 2011, potensi penerimaan
Jamsostek yang hilang mencapai Rp36,5 miliar karena tidak menerapkan tarif
jaminan kecelakaan kerja sesuai ketentuan. Ketiga, BPK menemukan Jamsostek
belum menyelesaikan aset eks investasi bermasalah, yakni jaminan medium term
notes (MTN). Adapun aset yang belum diselesaikan adalah tanah eks jaminan MTN
PT Sapta Prana Jaya senilai Rp72,25 miliar dan aset eks jaminan MTB PT Volgren
Indonesia. Adapun temuan keempat dari BPK adalah masih terdapat beberapa
kelemahan dalam pemantauan piutang hasil investasi. Pengendalian dan monitoring
PT Jamsostek atas piutang jatuh tempo dan bunga deposito belum sepenuhnya
memadai. Selain temuan tersebut, BPK juga menemukan sejumlah ketidakefektifan
dalam kinerja Jamsostek. Pertama, Jamsostek belum efektif mengevaluasi
kebutuhan pegawai dan beban kerja untuk mendukung penyelenggaran program JHT.
Kedua, Jamsostek belum efektif dalam mengelola data peserta JHT.
Ketiga,
Jamsostek masih perlu membenahi sistem informasi dan teknologi informasi yang
mendukung kehandalan data.
Keempat,
Jamsostek belum efektif melakukan perluasan dan pembinaan kepersertaan. Hal
tersebut terlihat bahwa Jamsostek belum menjangkau seluruh potensi kepersertaan
dan masih terdapatnya peserta perusahaan yang tidak patuh, termasuk BUMN.
Adapun
Kelima, Jamsostek tidak efektif memberikan perlindungan dengan membayarkan JHT
kepada 1,02 juta peserta tenaga kerja usia pensiun dengan total saldo Rp1,86
triliun.
Analisis:
Dari contoh kasus diatas merupakan kasus penyimpangan laporan keuangan 2011 dan
ketidakefektifan dalam kinerja Jamsostek. Oleh karena itu menurut saya kasus
seperti ini harus lah segera diselesaikan tentunya dengan cara pembenahan tata
kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Peristiwa ini yang
diakibatkan karena kurang baiknya sistem good corporate governance, harapan
agar dapat segera teratasi dan tidak dapat terulang kembali. Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) juga harus dapat menjaga kestabilan
tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) sehingga tercipta
ativitas pasar modal yang jujur,trasparan, aman dan sesuai dengan undang-undang
hukum yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar